IKUT SUNNAH ATAUKAH IKUT MADZHAB..?? - KYAI IDRUS RAMLI
-
Di antara ciri khas Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah mengikuti pola
bermadzhab dalam amaliah sehari-hari terhadap salah satu madzhab fiqih
yang empat, yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Bahkan
menurut al-Imam Syah Waliyullah al-Dahlawi (1110-1176 H/1699-1762 M),
pola bermadzhab terhadap suatu madzhab tertentu secara penuh telah
dilakukan oleh mayoritas kaum Muslimin sejak generasi salaf yang saleh,
yaitu sejak abad ketiga Hijriah. Karenanya, sulit kita temukan nama
seorang ulama besar yang hidup sejak abad ketiga hingga saat ini yang
tidak mengikuti salah satu madzhab fiqih yang ada.
Belakangan setelah lahirnya gerakan Wahhabi di Najd Saudi Arabia,
lahir pula gerakan anti madzhab yang mengajak kaum Muslimin agar
menanggalkan baju bermadzhab dan kembali kepada “ajaran al-Qur’an dan
Sunnah”. Karena menurut mereka, para imam madzhab sendiri seperti Imam
Abu Hanifah, Imam Malik, Imam al-Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal, lebih
mendahulukan hadits shahih daripada hasil ijtihad. Bukankah semua imam
madzhab pernah menyatakan, “idza shahha al-hadits fahuwa madzhabi
(apabila suatu hadits itu shahih, maka itulah madzhabku)”.
Sudah barang tentu ajakan menanggalkan pola bermadzhab dan kembali
kepada al-Qur’an dan Hadits adalah ajakan beracun, karena secara tidak
langsung ajakan tersebut beranggapan bahwa para imam madzhab dan para
ulama yang bermadzhab telah keluar dari al-Qur’an dan hadits. Anggapan
semacam ini jelas tidak benar, karena semua madzhab fiqih yang ada
berangkatnya dari ijtihad para imam mujtahid, sang pendiri madzhab.
Sedangkan ijtihad mereka jelas dibangun di atas pondasi al-Qur’an dan
Sunnah. Seorang ulama baru dibolehkan berijtihad, apabila telah memenuhi
persyaratan sebagai mujtahid, yang antara lain menguasai kandungan
al-Qur’an dan Sunnah sebagai landasan ijtihadnya.
Kita juga sering mendengar pernyataan kalangan anti madzhab yang
mengatakan, “mengapa Anda mengikuti Imam al-Syafi’i, kok tidak mengikuti
Rasulullah saw saja”, atau “siapa yang lebih alim, Rasulullah saw atau
Imam al-Syafi’i”? Tentu saja pertanyaan tersebut sangat tidak ilmiah,
dan menjadi bukti bahwa kalangan anti madzhab memang tidak mengetahui
al-Qur’an dan ilmu ushul fiqih.
Ketika seseorang itu mengikuti Imam al-Syafi’i, hal itu bukan
berarti dia meninggalkan Rasulullah saw. Karena bagaimanapun Imam
al-Syafi’i itu bukan saingan Rasulullah saw atau menggantikan posisi
beliau. Para ulama yang mengikuti madzhab al-Syafi’i seperti Imam
al-Bukhari, al-Hakim, al-Daraquthni, al-Baihaqi, al-Nawawi, Ibn Hajar
dan lain-lain, berkeyakinan bahwa Imam al-Syafi’i lebih mengerti dari
pada mereka terhadap makna-makna al-Qur’an dan hadits Rasulullah saw
secara menyeluruh. Ketika mereka mengikuti al-Syafi’i, bukan berarti
meninggalkan al-Qur’an dan Sunnah. Akan tetapi mengikuti al-Qur’an dan
Sunnah sesuai dengan pemahaman orang yang lebih memahami, yaitu Imam
al-Syafi’i.
Hal tersebut dapat dianalogikan dengan ketika para ulama mengikuti
perintah al-Qur’an tentang hukum potong tangan bagi para pencuri. Dalam
al-Qur’an tidak dijelaskan, sampai di mana batasan tangan pencuri yang
harus dipotong? Apakah sampai lengan, sikut atau bahu? Ternyata
Rasulullah saw menjelaskan sampai pergelangan tangan. Hal ini ketika
kita menerapkan hukum potong tangan dari bagian pergelangan tangan,
bukan berarti kita mengikuti Rasulullah saw dengan meninggalkan
al-Qur’an. Akan tetapi kita mengikuti al-Qur’an sesuai dengan penjelasan
Rasulullah saw yang memang diberi tugas oleh Allah SWT sebagai
mubayyin, penjelas isi-isi al-Qur’an. (QS. al-Nahl : 44 dan 64).
Al-Qur’an al-Karim sendiri mengajarkan kita untuk taqlid dan
bermadzhab kepada ulama. “Bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”
Dalam ayat di atas, Allah SWT memerintahkan orang yang tidak tahu
agar bertanya kepada para ulama. Allah SWT tidak memerintahnya agar
membolak-balik terjemahan al-Qur’an atau kitab-kitab hadits,
sebagianmana yang dilakukan oleh para anti madzhab. (*)
Muhammad Idrus Ramli
www.idrusramli.com
EmoticonEmoticon