KH. SHODIQ DAMANHURI - PENDIRI PONDOK PESANTREN APIS SANAN GONDANG
-
Profil
KH. Shodiq Damanhuri dilahirkan pada tahun 1904 M didusun jajar,
desa Selopuro, kec. Wlingi kab. Blitar. Ketika beliau lahir oleh ayahnya yakni
K. Munadjat diberi nama MUHAMMAD JAMHURI dan sehari-hari oleh kedua orang
tuanya biasa dipanggil DJAMHUR. Karena itu masyarakat sekitar memanggil dengan
panggilan tersebut. Nama panggilan akrabnya lama-lama menghilang dengan
sendirinya setelah beliau terkenal dengan predikat kehormatan “PAK YAI SANAN”.
Beliau menjadi besar karena ilmu dan amalnya, karena penyantunnya, karena sabar dan tabahnya, karena qona’ahnya dll. Dan lebih dari itu karena taqwa nya kepada Allah SWT.
Beliau menjadi besar karena ilmu dan amalnya, karena penyantunnya, karena sabar dan tabahnya, karena qona’ahnya dll. Dan lebih dari itu karena taqwa nya kepada Allah SWT.
Sifat-Sifat Beliau
Al-Muru'ah
Pada suatu hari musim hujan,
KH. Shodiq Damanhuri Pergi ke Daerah Garum diantar oleh seorang santrinya, Moh.
Thoha(Alm. Ky Thoha) lalu dalam perjalanan hujan turun, takut kpyahnya basah,
Moh. Toha melepaskan kopyah tersebut dan otomatis kepala Moh. Toha terbuka.
Melihat keadaan itu KH. Shodiq Damanhuri langsung menegur Moh. Thoha agar
segera menutup kepala(perlu pembaca ketahui bahwa dikalangan
pesantren(sebagaimana yang diwariskan para Ulama salaf), membuka kepala
termasuk melanggar Muru’ah, walaupun bukan aurat
Suasana Pemakaman Mbah Yai Shodiq (1988) |
Al-Wara’ wal ‘iffah
Masih pada musim hujan KH. Shodiq Damanhuri
pergi bersama seorang santrinya, Nasihan(Ky. Nasihan) ditangah perjalanan turun
hujan secara tiba-tiba, lalu secara kurang sadar Nasihan mengambil daun pisang
ditepi jalan itu untuk melindungi diri beliau dari terpaan air hujan yang
secara bertubi-tubi menimpanya, namun demikian beliau masih menegur Nasihan,
Ee! Kan! Iki godonge sopo?(ini daun Milik siapa?) jawab Nasihan: Duko (tidak
tahu kyai) Lalu beliau dengan tegas memerintahkan: buangen, haram(buanglah, Haram)
dan mereka berjalan tanpa pelindung
· Tauri’ul auqot
Pada waktu
sholat (Dzuhur misalnya), walaupun tamu di rumah beliau banyak seperti pada
hari raya idul fitri, beliau dengan tepat waktu pasti pergi ke mushola untuk
mengimami sholat setelah memberi tahukan tamunya. Begitu pula kalau ada salah
seorang santrinya datang kepada beliau untuk suatu keperluan, beliau pasti
bertanya kepadanya: Kowe mau mrene ono opo?, ndang omongo(kamu kesini tadi ada
apa, segeralah berbicara!) selak ono gawean utowo dayoh liyo(keburu ada
keperluan atau tamu lain)
· As-Sakhowah wal Ikhlas
Dalam
kehidupan sehari-hari KH. Shodiq Damanhuri dikenal sebagai orang yang paling
gemar bershodaqoh terutama pada bulan puasa, beliau selalu memberi buka puasa
kepada santrinya secara bergilir, terutama santri yang kurang mampu, bahkan
beliau selalu menampung santri-santri miskin di rumah beliau sebagai anak asuh,
begitulah sifat pemurah(as-Sakhowah) beliau mendarah daging pada pribadinya,
dan sampai saat-saat terakhir masa hayatnya beliau selalu mengutamakan orang
lain(itsar lil-ghoir) dan menganggap bahwa dirinya dan keluarganya sendiri
sudah berkecukupan, meskipun sebenarnya masih amat memerlukan(walu kaana bihim
khososoh) sampai-sampai pada seminggu terakhir masa hidupnya, beliau masih
menanyakan apa makanan dan minuman santri-santri yang jaga(piket) sudah
dikirimkan, bahkan untuk mereka kini beliau sering membeli sendiri ke warung.
· Al-Istiqomah
Dalam
kehidupannya KH. Shodiq Damanhuri tidak mudah terpengaruholeh gejolak-gejolak
situasi dan keadaan yang mengelilinginya, beliau selalu disiplin terhadapn
program yang telah beliau jadwalkan konsisten terhadap segala rencana, terutama
yng ada hubungannya dengan banyak orang, seperti jamaah, mengaji, dan lain-lain
selalu beliau tepati dan beliau selalu bisa menghindari kendala yang menjadi
perintangnya, semboyan beliau: repot itu akan hilang apabila ditinggalkan,
sehingga semua yang beliau amalkan selau berjalan ajeg(tepat/tepat waktu),
tidak mudah dibelokkan oleh kepentingan-kepentingan lain.
EmoticonEmoticon