-->

Tanya Jawab Seputar Permasalahan Shalat Jum'at

Pertanyaan 1
Dalam kitab-kitab Fiqh diterangkan bahwa orang muqim ghoiru mustauthin ( bukan penduduk asli ) tetap diwajibkan melaksanakan sholat jum’at. Apakah mereka dapat menyebabkan syahnya pelaksanaan sholat jum’at ?

Jawab :
Tidak bisa menyebabkan syahnya pelaksanaan sholat jum’at.
Keterangang dari kitab:
1.      Fathu al Mu’in Hamisy I’anatut Thalibin juz 2 hal. 92

وتجب على مقيم بمحل اقامتها غير مستوطن. كمن اقام بمحل جمعة اربعة ايام فأكثر, وهو على عزم العود الى وطنه ولو بعد مدة طويلة. وعلى مقيم مستوطن يسمع النداء ولا يبلغ اهله اربعين. فتلزمهما الجمعة ولكن لا تنعقد الجمعة به اي بمقيم غير مستوطن ولا بمستوطن خارج بلد اقامتها. (فتح المعين هامش إعانة الطالبين : 2/122-123)
Wajib melaksanakan sholat jum’at bagi orang yang muqim di tempat pelaksaan sholat tersebut yang tidak mustauthin, seperti halnya orang yang tinggal di tempat pelaksanaan sholat jum’at dan muqimnya selama 4 hari atau lebih dan juga orang tersebut mempunyai tujuan kembali pada daerahnya, kemudian  juga wajib melaksanakan sholat jum’at bagi orang yang muqim mustauthin yang di daerahnya orang tersebut terdengar suara Adzan dan penduduknya kurang dari 40 orang, maka mereka berkewajiban melaksanakan sholat jum’at. Dan sholat jum’at tidaklah menjadi sah dengan adanya mereka semua.


Pertanyaan 2
Adakah Qoul diantara Madzhab Empat yang tidak mensyaratkan Mustauthin ( penduduk asli ) didalam syarat sahnya melaksanakan sholat jum’at ?    

Jawab :
Ada, yaitu Qoulnya Madzhab Hanafi yang hanya mensyaratkan jama’ah sholat jum’at dilaksanakan oleh 4 orang laki-laki (termasuk Imam). 
 Katerangan dari kitab :
1.      Roddu al Mukhtar  juz 2  hal. 151

والسادس الجماعة واقلّها ثلاثة رجال ولو غير الثلاثة الذين حضروا الخطبة سوى الامام. قوله "واقلها ثلاثة رجال" اطلق فيهم فشمل العبيد والمسافرين والمرضى والأميين والخرسى لصلاحيتهم للإمامة فى الجمعة. (رد المختار 2 / 151 ).
Syarat pelaksanaan sholat jum’at yang ke 6 adalah dilaksanakan dengan berjama’ah, paling sedikit-sedikitnya jama’ah sholat jum’at yaitu 3 orang laki-laki walaupun ke 3 orang tersebut selain yang hadir pada saat khutbah dan  ke 3 orang tersebut adalah selain Imam. Dalam ungkapan “ 3 orang laki-laki ” disitu dimutlakkan, maka dari situlah baik adanya ke 3 orang tersebut itu Hamba sahaya, Musafir, orang yang sakit, orang-orag Ummi dan orang bisu, dikarenakan mereka patut menjadi imam dalam sholat jum’at. 


Pertanyaan 3
Dalam pelaksanaan sholat jum’at sahkah bila Imam atau Khotibnya bukan Mustauthin (penduduk asli ) ?

Jawab :
Sah, dengan syarat bila jumlah jama’ahnya telah mencapai hitungan 40 orang selain dari Imam atau Khotib.
Keterangan dari kitab :
1.      Hasyiah Jamal  juz 3 hal. 22


وتصح الجمعة خلف عبد وصبىّ ومسافر ومن بان محدثا ولو حدثا اكبر كغيرها هذا ان تم العدد بغيرهم بخلاف ما اذا لم يتم إلاّ بهم. قوله ايضا "ومن بان محدثا" مثله من بان ذا نجاسة خفية فانظر هل الخطبة كذلك حتى اذا بان ان الخطيب كان محدثا او ذا نجاسة خفية تصح الخطبة والجمعة ؟ لا يبعد انها كذلك لأنها لا تزيد على الصلاة. ( حاشية الجمل 3 / 22 )


Dan sah malaksanakan sholat jum’at dibelakang (Ma’mum) pada Hamba, Shobi (anak kecil), Musafir dan orang yang hadats walaupun hadats besar (diketahui setelah sholat) jika hitungan telah sempurna tanpa adanya mereka, hal ini berbeda bila hitungan tidak sempurna tanpa mereka. Dalam ungkapan “Orang yang hadats”  itu seperti orang yang terkana najis yang samar. Ketahuilah , apakah dalam masalah khutbah itu sama dengan masalah imam dalam jum’at, sehingga bila nyata-nyata bahwa orang yang khutbah itu hadats atau terkena najis yang samar, maka khutbahnya dan jum’atannya juga sah ? permasalahan khutbah tidaklah jauh beda dengan permasalahan imam, dikarenakan khutbah itu tidak lebih dari sholat.  


khutbah jum'at


* والله اعلم بالصّواب *

 


Advertisement


EmoticonEmoticon