-->

ISTILAH ISTILAH QAUL DALAM MADZHAB SYAFI'I

Lebih dari sepuluh masalah yang mempunyai dua atau lebih pendapat yang diriwayatkan dari Imam asy-Syafi`i, yaitu, dalam kasus khiyar ar-ru`yah (hak melihat barang}. Ada riwayat yang mengatakan bahwa Imam asy-Syafi`i membenarkannya dan ada pula riwayat yang mengatakan dia melarangnya dengan membatalkan pendapat yang pertama. Dalam kasus zakat, orang yang berutang yang kadar utangnya sama dengan apa yang ada di tangannya diwajibkan zakat. Kasus suami menipu istrinya, dengan cara menyatakan na- sab yang bukan nasabnya yang sebenarnya, apakah dalam kasus seperti ini istri berhak untuk mem-fasakh perkawinan atau perkawinan itu batal dengan sendiri; dan masalah- masalah lain yang menyebabkan golongan yang mempunyai kepentingan menggunakan pendapat asy-Syafi`i yang berbeda-beda ini untuk mencela Imam asy-Syafi`i, mencela ijtihadnya, dan menganggap bahwa Imam asy- Syafi`i kurang ilmu.

Sebenarnya, munculnya dua pendapat ini adalah akibat adanya qiyas yang bertentangan atau akibat adanya dalil-dalil yang bertentangan. Ini semua bukanlah menjadi bukti kepada kekurangan ilmu, malahan ia menunjukkan kesempurnaan akal. Imam asy-Syafi`i tidak mengatakan yakin pada masalah-masalah yang memang meragukan. Ia juga menjadi bukti kepada keikhlasannya dalam mencari kebenaran. Dia tidak menghukum secara pasti kecuali dia sudah mempunyai alasan- alasan tarjih. Jika dia tidak mempunyai alasan kuat untuk mentarjih, maka dia membiarkan persoalan itu apa adanya.

Apabila seorang mufti mendapati dua pendapat Imam asy-Syafi`i dalam satu masalah, maka dia boleh memilih pendapat yang telah ditarjihkan oleh ahli-ahli tarjih pada masa lalu. Jika tidak ditemukan juga, maka hendaklah dia pasrah (tawaqquf) seperti yang dikatakan oleh Imam an-Nawawi. Jika suatu masalah itu mempunyai beberapa wajh pada pendapat ahli-ahli ijtihad madzhab Syafi`i (as ha b asy-Syafi`i) atau ada beberapa riwayat yang berbeda, maka seorang mufti hendaklah mengambil pendapat yang telah ditarjihkan oleh ahli-ahli ijtihad yang dulu. Yaitu, pendapat yang telah disahkan oleh mayoritas ulama, kemudian oleh orang yang paling tahu, kemudian oleh orang yang lebih wara`. Jika tidak menemukan pentarjihan, hendaklah didahulukan pendapat Imam asy-Syafi`i yang diriwayatkan oleh al-Buwaithi, ar-Rabi` al-Muradi, dan al-Muzani.

Syekh Abu Zakaria, Yahya bin Syaraf an- Nawawi (676 H) dianggap sebagai penyunting dan pen-tahqiq dalam madzhab Syafi`i. Dia juga dianggap sebagai penjelas pendapat- pendapat dalam madzhab Syafi`i yang rajih.
Usaha ini dilakukan dalam kitab Minhaj ath- Thalibin wa `Umdah al-Muftiyyin, yang merupakan kitab pegangan utama para pengikut madzhab Syafi`i, dan kitab ini adalah lebih utama meskipun dibandingkan dengan kitab- kitab an-Nawawi yang lain seperti ar-Rau- dhah. Dalam kitab al-Minhaj itu, an-Nawawi berpandukan dengan kitab Mukhtashar al- Muharrar karya Imam Abui Qasim ar-Rafi`i (meninggal 632 H). Kemudian Syaikh Zakaria al-Anshari meringkas al-Minhaj kepada al- Manhaj. Fatwa hendaklah dikeluarkan mengikuti apa yang dikatakan oleh Imam an- Nawawi dalam al-Minhaj, apa yang disebut dalam Nihayah al-Muhtaj karya ar-Ramli, dan Tuhfah al-Muhtaj karya Ibnu Hajar. Setelah itu, mengikuti apa yang disebut oleh Syaikh Zakaria.

Berikut ini akan diterangkan cara an-Na- wawi dalam meriwayatkan pendapat (aqwal), menjelaskan aujuh yang dikeluarkan oleh ashab (tokoh-tokoh madzhab) dan cara melakukan tarjih di antara pendapat-pendapat ini. Sebagaimana diketahui, an-Nawawi me- namakan pendapat-pendapat asy-Syafi`i dengan istilah aqwal, menamakan pendapat para tokoh madzhab dengan istilah aujuh, dan dia menamakan perbedaan pendapat para rawi madzhab dalam menceritakan madzhab Syafi`i dengan istilah thuruq. Dengan kata lain, ada tiga istilah utama yang antara satu dengan lainnya berbeda, yaitu al-aqwal ialah pendapat asy-Syafi`i. Al-Aujuh ialah pendapat yang dikeluarkan ahli-ahli fiqih asy-Syafi`i berdasarkan kaidah-kaidah dan prinsip prinsip dalam madzhab Syafi`i, sedangkan ath-thuruq ialah perbedaan pendapat para rawi dalam meriwayatkan pendapat madzhab.

1. Al-Azhhar (lebih jelas) maksudnya adalah qaulyang lebih jelas dari dua qaul ataupun lebih dari pendapat Imam asy-Syafi`i rahimahullah. Perbedaaan antara aqwal (pendapat-pendapat tersebut) ini kuat. Lawan istilah ini adalah Zhahir karena kekuatan dalilnya,

2. Al-Masyhur, yakni qaul yang masyhur dari dua atau lebih qaul Imam asy- Syafi`i. Perbedaan di antara kedua atau lebih pendapat-pendapat itu tidak kuat. Lawannya ialah gharib karena lemahnya dalil. Kedua-dua al-azhhar dan al-masyhur adalah pendapat-pendapat Imam asy- Syafi`i.

3. Al-Ashah, yakni pendapat yang lebih shahih dari dua wajh atau lebih yang diusahakan oleh tokoh-tokoh madzhab dalam memahami perkataan Imam asy- Syafi`i, berdasarkan kepada prinsip yang telah diletakkan olehnya atau diambil dari kaidah-kaidahnya. Tingkat perbedaan pendapat pada perkara yang disebutkan ini adalah kuat. Lawannya ialah shahih.

4. Ash-Shahih yakni pendapat yang shahih dari dua wajh atau lebih. Tetapi, tingkat perbedaan pendapat antara tokoh-tokoh madzhab ini tidak kuat. Lawannya adalah dhaif karena kelemahan dalilnya. Al-ashah dan shahih merujuk kepada dua wajh atau beberapa wajh dari pendapat tokoh-tokoh madzhab.

Dikutip dari Fiqih Islam WA ADILLATUHU
Prof. DR. Wahab AZ-ZuhaILI
Jilid 1

Sumber :  http://m.pustaka.abatasa.co.id/pustaka/detail/fiqih/ilmu-fiqih/1041/istilah---istilah-dalam-madzhab-syafii.html

Advertisement


EmoticonEmoticon