ISTILAH ISTILAH QAUL DALAM MADZHAB SYAFI'I
-
Sebenarnya, munculnya dua pendapat ini adalah akibat adanya qiyas yang bertentangan atau akibat adanya dalil-dalil yang bertentangan. Ini semua bukanlah menjadi bukti kepada kekurangan ilmu, malahan ia menunjukkan kesempurnaan akal. Imam asy-Syafi`i tidak mengatakan yakin pada masalah-masalah yang memang meragukan. Ia juga menjadi bukti kepada keikhlasannya dalam mencari kebenaran. Dia tidak menghukum secara pasti kecuali dia sudah mempunyai alasan- alasan tarjih. Jika dia tidak mempunyai alasan kuat untuk mentarjih, maka dia membiarkan persoalan itu apa adanya.
Apabila seorang mufti mendapati dua pendapat Imam asy-Syafi`i dalam satu masalah, maka dia boleh memilih pendapat yang telah ditarjihkan oleh ahli-ahli tarjih pada masa lalu. Jika tidak ditemukan juga, maka hendaklah dia pasrah (tawaqquf) seperti yang dikatakan oleh Imam an-Nawawi. Jika suatu masalah itu mempunyai beberapa wajh pada pendapat ahli-ahli ijtihad madzhab Syafi`i (as ha b asy-Syafi`i) atau ada beberapa riwayat yang berbeda, maka seorang mufti hendaklah mengambil pendapat yang telah ditarjihkan oleh ahli-ahli ijtihad yang dulu. Yaitu, pendapat yang telah disahkan oleh mayoritas ulama, kemudian oleh orang yang paling tahu, kemudian oleh orang yang lebih wara`. Jika tidak menemukan pentarjihan, hendaklah didahulukan pendapat Imam asy-Syafi`i yang diriwayatkan oleh al-Buwaithi, ar-Rabi` al-Muradi, dan al-Muzani.
Syekh Abu Zakaria, Yahya bin Syaraf an- Nawawi (676 H) dianggap sebagai penyunting dan pen-tahqiq dalam madzhab Syafi`i. Dia juga dianggap sebagai penjelas pendapat- pendapat dalam madzhab Syafi`i yang rajih.
Usaha ini dilakukan dalam kitab Minhaj ath- Thalibin wa `Umdah al-Muftiyyin, yang merupakan kitab pegangan utama para pengikut madzhab Syafi`i, dan kitab ini adalah lebih utama meskipun dibandingkan dengan kitab- kitab an-Nawawi yang lain seperti ar-Rau- dhah. Dalam kitab al-Minhaj itu, an-Nawawi berpandukan dengan kitab Mukhtashar al- Muharrar karya Imam Abui Qasim ar-Rafi`i (meninggal 632 H). Kemudian Syaikh Zakaria al-Anshari meringkas al-Minhaj kepada al- Manhaj. Fatwa hendaklah dikeluarkan mengikuti apa yang dikatakan oleh Imam an- Nawawi dalam al-Minhaj, apa yang disebut dalam Nihayah al-Muhtaj karya ar-Ramli, dan Tuhfah al-Muhtaj karya Ibnu Hajar. Setelah itu, mengikuti apa yang disebut oleh Syaikh Zakaria.
Berikut ini akan diterangkan cara an-Na- wawi dalam meriwayatkan pendapat (aqwal), menjelaskan aujuh yang dikeluarkan oleh ashab (tokoh-tokoh madzhab) dan cara melakukan tarjih di antara pendapat-pendapat ini. Sebagaimana diketahui, an-Nawawi me- namakan pendapat-pendapat asy-Syafi`i dengan istilah aqwal, menamakan pendapat para tokoh madzhab dengan istilah aujuh, dan dia menamakan perbedaan pendapat para rawi madzhab dalam menceritakan madzhab Syafi`i dengan istilah thuruq. Dengan kata lain, ada tiga istilah utama yang antara satu dengan lainnya berbeda, yaitu al-aqwal ialah pendapat asy-Syafi`i. Al-Aujuh ialah pendapat yang dikeluarkan ahli-ahli fiqih asy-Syafi`i berdasarkan kaidah-kaidah dan prinsip prinsip dalam madzhab Syafi`i, sedangkan ath-thuruq ialah perbedaan pendapat para rawi dalam meriwayatkan pendapat madzhab.
1. Al-Azhhar (lebih jelas) maksudnya adalah qaulyang lebih jelas dari dua qaul ataupun lebih dari pendapat Imam asy-Syafi`i rahimahullah. Perbedaaan antara aqwal (pendapat-pendapat tersebut) ini kuat. Lawan istilah ini adalah Zhahir karena kekuatan dalilnya,
2. Al-Masyhur, yakni qaul yang masyhur dari dua atau lebih qaul Imam asy- Syafi`i. Perbedaan di antara kedua atau lebih pendapat-pendapat itu tidak kuat. Lawannya ialah gharib karena lemahnya dalil. Kedua-dua al-azhhar dan al-masyhur adalah pendapat-pendapat Imam asy- Syafi`i.
3. Al-Ashah, yakni pendapat yang lebih shahih dari dua wajh atau lebih yang diusahakan oleh tokoh-tokoh madzhab dalam memahami perkataan Imam asy- Syafi`i, berdasarkan kepada prinsip yang telah diletakkan olehnya atau diambil dari kaidah-kaidahnya. Tingkat perbedaan pendapat pada perkara yang disebutkan ini adalah kuat. Lawannya ialah shahih.
4. Ash-Shahih yakni pendapat yang shahih dari dua wajh atau lebih. Tetapi, tingkat perbedaan pendapat antara tokoh-tokoh madzhab ini tidak kuat. Lawannya adalah dhaif karena kelemahan dalilnya. Al-ashah dan shahih merujuk kepada dua wajh atau beberapa wajh dari pendapat tokoh-tokoh madzhab.
Dikutip dari Fiqih Islam WA ADILLATUHU
Prof. DR. Wahab AZ-ZuhaILI
Jilid 1
Sumber : http://m.pustaka.abatasa.co.id/pustaka/detail/fiqih/ilmu-fiqih/1041/istilah---istilah-dalam-madzhab-syafii.html
EmoticonEmoticon