Sesat Menyesatkan Dalam Islam
-
Oleh : Ust. Sulhan Habib
I.
Pendahuluan
Penyesatan antar kelompok dalam lingkup intern agama adalah
fenomena yang terjadi pada setiap umat beragama. Kelompok yang mengaku sebagai
ortodok selalu mengklaim bahwa dirinya adalah aliran yang benar dan sesuai
dengan doktrin ajaran yang diturunkan pertama kali. Kelompok heterodok yang
mencoba mentakwil dan mengkontekstualisasikan dogma-dogma ajaran agama selalu
menjadi obyek penyesatan.
Kebebasan berpikir dan melakukan praktek ritual ibadah dalam agama memang sangat dibatasi supaya untuk menjaga kemurnian ajaran dari sesatnya bid’ah.
Kebebasan berpikir dan melakukan praktek ritual ibadah dalam agama memang sangat dibatasi supaya untuk menjaga kemurnian ajaran dari sesatnya bid’ah.
Di dalam agama Islam penyesatan antar kelompok sudah terjadi pada
zaman klasik. Sikap ekstrem dalam pengkafiran tidak hanya pada lintas madzab,
tetapi juga terjadi dalam lingkup satu aliran madzab. Para ulama mutakallimin
ahli sunnah telah membuat batasan-batasan sendiri tentang masalah
pengkafiran. Orang yang tidak mengenal ilmu kalam sebagaimana pengetahuan
mereka adalah termasuk kafir. Pada lintas madzab, al-Asy’ari mengafirkan
mu’tazilah dan dianggap telah mendustakan ajaran Rasul karena pendapatnya yang
mengatakan kewenangan melihat Dzat Allah di akhirat. Mu’tazilah juga
mengafirkan al-Asy’ari yang telah menetapkan sifat-sifat pada Allah dan hal ini
adalah upaya yang melebihi dan mendustakan pendapat terdahulu dari ajaran
Rasul.[1] Pemahaman dangkal terhadap syariat dan terlalu fanatik terhadap
pendapat kelompok adalah faktor utama yang menyebabkan tindakan pengkafiran.
Hal ini adalah salah satu penyebab tertinggalnya umat Islam dalam peradaban dan
ilmu pengetahuan dibanding umat lain. Karena umat Islam masih berkutak pada
persilisihan intern yang sebenarnya tidak berguna dan bisa di cari jalan
keluar.
Berangkat dari fenomena diatas penulis tertarik untuk membahas hal
yang berkaitan dengan penyesatan dan pengkafiran. Supaya pembahasanya tidak
melebar, maka rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai
berikut”
1.
Apakah pengertian kafir
dan sesat menurut al-Quran?
2. Apakah batasan kafir
dalam Islam dan bagaimana kriteria kelompok atau individu bisa dikatakan kafir
dan sesat?
3.
Siapakah yang berhak
menghukumi kafir dan sesat, serta apa hukuman bagi orang yang telah dipastikan
kafir?
4.
Apa pendapat penulis
tentang sesat penyesatan yang terjadi di Indonesia dan bagaimana solusinya?
Pembahasan dari rumusan
di atas sangat urgen untuk diketahui oleh para mahasiswa khususnya, dan
mayarakat umat Islam pada umumnya untuk menumbuhkan sikap toleran antar aliran
madzab dalam Islam dan menciptakan kesadaran untuk tidak mudah melakukan
tindakan pengkafiran terhadap orang lain yang sesama muslim.
II.
Pengertian Kafir dan Sesat Menurut
al-Quran
a. Pengertian Kafir
Dalam
al-Quran term kufur sejauh pengetahuan penulis mencakup dua arti, pertama
kufur kepada nikmat yaitu tidak mensyukuri atas nikmat yang telah diberikan
Allah kepada hambanya. Makna ini mencakup pada setiap manusia baik yang
beragama Islam atau non Islam. Dalam surat al-naml ayat 40 Allah telah
berfirman
وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا
يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
Barang siapa yang telah bersyukur
maka sesungguhnya dia bersyukur pada dirinya sendiri, dan barang siapa yang
mengkufuri nikmat, maka sesungguhnya Tuhanku adalah maha kaya lagi maha
pemurah.
Arti kedua berkonotasi pada kufur
kepada Allah, lawan dari iman yaitu tidak percaya kepada Allah, dan Rasul-Nya,
serta tidak mengakui dengan syariat yang telah diturunka-Nya. Tidak hanya
sebatas itu, orang-orang yang masuk pada golongan ini juga meragukan tentang
hari kebangkitan. Menurut mereka hari kebangkitan adalah suatu yang tidak masuk
akal dan bertentangan pada sesuatu yang telah menjadi keyakinan mereka. Allah
dalam surat an-nisa’ ayat 149-150 berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ
وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ
بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ
سَبِيلًا . أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا
Sesungguhnya orang-orang yang tidak
mempercayai kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka menghendaki untuk memisahkan
antara Allah dan Rasul-Nya, seraya mereka mengatakan kami beriman pada
sebagian, dan mengingkari sebagian yang lain dan menghendaki untuk menjadikan
diantaranya jalan tersendiri. Mereka sedemikian tadi adalah orang-orang kafir
yang nyata.
Dalam surat al-an’am ayat 29
Allah juga berfirman:
وَقَالُوا إِنْ هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا
وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ
Dan mereka (orang-orang
kafir) mengatakan “hidup hanyalah kehidupan kita di dunia dan kita tidak akan
dibangkitkan”.
b.
Pengertian Sesat
Istilah sesat dalam padanan bahasa arab berasal dari kata ( ضللا- ضل). Dalam kitab mu’jam al-alfadz wal
a’lamil Quran, term dhalla mempunyai arti jauh atau melenceng dari jalan yang
haq dan benar, kebalikan dari kata hudan (petunjuk)[2]. Menurut sepengetahuan penulis, dalam al-Quran
istilah sesat digunakan untuk umum bagi orang yang telah keluar dari jalan
syariat dan melenceng dari jalan kebenaran. Mereka mencakup pada beberapa
golongan:
1.
Orang-orang musyrik.
وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا
بَعِيدًا
Barang siapa yang
menyekutukan Allah, maka dia sungguh tersesat dalam kesesatan yang
jauh.(al-nisa’ 116)
2.
Orang-orang yang berbuat
dhalim.
وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ
اللَّهُ مَا يَشَاءُ
Allah telah menyesatkan
orang-orang yang berbuat dhalim, dan Allah telah berbuat apa yang Dia kehendaki.(Ibrahim
27)
3.
Orang-orang yang berbuat
maksiat.
وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ
ضَلَالًا مُبِينًا
Barang siapa yang
bermaksiat pada Allah dan Rasul-Nya, maka dia sungguh tersesat dalam kesesatan
yang nyata.(al-ahzab 36)
4.
Orang-orang munafik.
فَمَا لَكُمْ فِي الْمُنَافِقِينَ فِئَتَيْنِ
وَاللَّهُ أَرْكَسَهُمْ بِمَا كَسَبُوا أَتُرِيدُونَ أَنْ تَهْدُوا مَنْ أَضَلَّ
اللَّهُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلًا
Maka mengapa kamu
terpecah menjadi dua golongan dalam menghadapi orang-orang munafik, padahal
Allah telah mengembalikan mereka (kepada kekafiran), disebabkan usaha mereka
sendiri. Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang yang dibiarkan
sesat oleh Allah? barang siapa yang dibiarkan sesat oleh Allah, kamu tidak akan
mendapatkan jalan (member petunjuk) baginya. (al-nisa’ 88)
5.
Orang-orang yang
mengikuti hawa nafsu.
فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ
أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ
بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Maka jika mereka tidak
menjawab tantanganmu, maka ketahuilah bahwa mereka hanyalah mengikuti hawa
nafsu mereka. Dan siapa yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa
nafsu tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun? Sungguh Allah tidak member
etunjuk kepada orang-orang yang dhalim. (al-Qashas 50)
Dari uraian di atas maka
bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa makna sesat dalam al-Quran mempunyai
pengetian yang lebih umum. Istilah sesat memuat pada pengertian keluar dari
jalan ketentuan syariat, baik pelanggaran itu sampai menjadikanya keluar dari
agama Islam atau hanya sampai pada tingkat orang yang bermaksiat dan tidak
sampai tergolong kufur. Akan tetapi dalam pembahasan ini, yang dikehendaki
adalah sesat dalam pengertian kufur dan keluar dari agama Islam.
III.
Batasan Kafir dan Sesat Dalam Islam
Sering
kali kita mendengar dari sebagian kelompok umat Islam yang sangat ekstrim
mengklaim bahwa golongan lain yang tidak sependapat dengan sebutan kafir.
Bahkan tidak sedikit dari mereka telah berani menghalalkan darah saudara sesama
muslim yang masih melakukan sholat lima waktu dan terang-terangan mengucapkan
lailahaillallah. Sebagai umat Islam kita sangat dikecam untuk mudah mengklaim
orang lain yang sesama muslim dengan nama kafir. Rasulullah telah bersabda :
إذا
قال الرجل لأخيه يا كافر فقد باء به أحدهما
Barang siapa yang
berkata kepada saudaranya “wahai kafir” maka celakalah salah satu dari
orang tersebut.
Hadits di atas secara
implisit menjelaskan bahwa apabila seseorang menuduh saudara sesama muslim
dengan kafir, maka jika hal tersebut memang benar keadaanya maka menjadi jelas,
akan tetapi jika keadaanya tidak demikian maka yang menuduh sendiri akan
menjadi kafir. Hal sedemikian mengindikasikan kepada umat Islam untuk supaya
berhati-hati dalam menuduh orang lain telah keluar dari agama Islam, apalagi dia
telah jelas-jelas mengucapkan dua kalimat syahadat. Rasul bersabda:
من قال لا إله إلا الله وكفر بما يعبد من
دون الله حرم ماله ودمه وحسابه على الله
Barang siapa yang
mengucapkan “Lailahaillallah” da dia ingkar terhadap sesuatu yang disembah
selain Allah, maka harta dan darahnya adalah haram (untuk dialirkan), sedangkan
hisabnya diserahkan pada Allah.
Dalam hadits lain juga
disebutkan
أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا
الله وأن محمدا رسول الله ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة فإذا فعلوا عصموا منى دماءهم
وأموالهم إلا بحقها وحسابهم على الله
Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai
mereka bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, dan sesunguhnya Muhamad adalah
utusan Allah, dan mereka mendirikan shalat, membayar zakat, jika mereka
melakukan demikian maka darah dan harta mereka telah terlindungi kecuali dengan
haknya, sedangkan hisabnya diserahkan pada Allah.
Suatu hal yang pasti dan menjadi dalil qat’i bahwa dengan
mengucapkan “lailahillallah” darah seseorang akan terjaga. Tidak ada suatu
dalil yang qat’I mengatakan bahwa jika seseorang punya pendapat yang
kontroversi dengan jalan pentakwilan nas tergolong kafir. Dari sini telah
terbukti bahwa sikap ekstrim dengan mudah mengafirkan seseorang adalah tindakan
yang tidak dibenarkan, pertama karena dia telah menutup rahmat Allah yang
diberikan kepada setiap hambanya yang mukmin. Kedua tindakan tersebut adalah
terlalu ceroboh dan akan menjadi bomerang bagi orang yang mudah mengafirkan
umat yang seagama.
Untuk lebih jelasnya,
dari beberapa ayat dan hadits diatas kita bisa membuat standar dan ukuran
seseorang bisa dikategorikan telah sesat dalam arti keluar dari agama Islam,
1.
Mengatakan dengan
terang-terangan dan jelas bahwa dia telah keluar dari agama Islam.
وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ
وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ
وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Barang siapa yang murtad
diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran maka mereka itu
sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat dan mereka tiulah penghuni neraka,
mereka kekal di dalamnya.
2.
Mempercayai adanya Tuhan
selain Allah.
3.
Tidak mempercayai bahwa
Muhamad adalah utusan Allah.
4.
Tidak mengakui dan
mengingkari syariat Allah (al-Quran dan Hadits )
5.
Mengingkari sebagian
syariat Allah yang qat’i, seperti melakukan zina dengan keyakinan bahwa zina
tidak diharamkan dalam Islam.
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ
يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ
بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا . أُولَئِكَ هُمُ
الْكَافِرُونَ حَقًّا
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mempercayai kepada Allah
dan Rasul-Nya dan mereka menghendaki untuk memisahkan antara Allah dan
Rasul-Nya, seraya mereka mengatakan kami beriman pada sebagian, dan mengingkari
sebagian yang lain dan menghendaki untuk menjadikan diantaranya jalan
tersendiri. Mereka sedemikian tadi adalah orang-orang kafir yang nyata.
6.
Tidak mempercayai
tentang adanya hari kebangkitan.
وَقَالُوا إِنْ هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَمَا نَحْنُ
بِمَبْعُوثِينَ
Dan mereka (orang-orang
kafir) mengatakan “hidup hanyalah kehidupan kita di dunia dan kita tidak akan
dibangkitkan”.
IV.
Seseorang yang Berhak
Menghukumi Kesesatan dan Hukuman yang akan diperoleh
Dalam menghukumi sesuatu dan status seseorang maka hal ini tidak
lepas dengan salah satu disiplin ilmu di Islam yaitu fiqih. Karena fiqih adalah
ilmu yang membahas tentang seluruh cakupan syariat baik yang berhubungan dengan
ibadah (hubungan fertikal seorang hamba dengan Tuhanya), mua’malah
(berinteraksi sosial), munakahah (pernikahan), dan jinayah (kriminal)
yang di dalamnya memuat hukum tentang kemurtadan. Seluruh cakupan kajian fiqih
ini, tidak akan lepas membahas tentang permasalahan status hukum
aktifitas seseorang, diterima atau ditolak, haram atau halal, bersalah
atau tidak, dan kafir atau muslim.
Sebenarnya yang mengetahui sebuah kebenaran hukum itu hanya Allah,
akan tetapi kita sebagai hambanya untuk memperoleh kebenaran bisa melalui
sumber kebenaran yaitu ayat-ayat yang telah diturunkanya dalam bentuk al-Quran
yang diperjelas oleh hadits-hadits Nabi. Hasil ramuan dari kedua sumber syariat
tersebut yang berhubungan dengan hukum-hukum disistematiskan dalam kajian ilmu
fiqih. Fiqih hanya akan membahas tentang dzhon (dugaan) dan hal yang tampak
dari luar saja, sebagaimana diungkapkan dalam sebuah kaidah ilmu fiqih yang
sangat familier
أن الاحكام تناط بالمظان والظواهر لا على القطع
واطلاع السرائر.
Hukum-hukum itu
tergantung pada dugaan dan pernyataan luar, tidak atas hal yang qat’i (pasti)
dan penampakan rahasia.[3]
Dalam menghukumi status seseorang, apakah dia termasuk kafir atau
mukmin fiqih hanya akan membahas sesuatu yang nampak dari luar saja. Sehingga
pada masa dahulu saat dalam peperangan dan pasukan muslim telah mengalami
kemenangan, bila menemui orang kafir akan tetapi dia berkenan mengucapkan dua
kalimat syahadat maka dia tidak boleh dibunuh, karena secara kenampakan dari
luar dia adalah muslim yang wajib dijaga darahnya.
Bahkan para ulama sangat
mengecam pada seseorang yang mudah mengafirkan orang lain, Muhamad Abduh
mengatakan :
أنه اذا صدر عن انسان قول يحتمل الكفر من مائة وجه,
ويحتمل الايمان من وجه واحد, وجب حمله علي الايمان"
Bahwasanya jika
seseorang mengeluarkan kata-kata yang memuat kepada seratus kekufuran, dan
hanya memuat satu iman, maka wajib menginterpretasikanya pada iman.
Imam al-Ghazali dalam
kitab faishalut Tafriqah bainal Islam waz Zindiqah juga mengatakan
"أنه
لا يسرع الي التكفير الا الجهلة"
Bahwasanya hanya orang
bodoh saja yang mudah mengafirkan.[4]
Ada dua teori yang
menjadi dasar hukuman bagi orang murtad (telah keluar dari agama Islam):
1.
Wajib dibunuh sesudah
ada peringatan untuk kembali pada Islam, yang pelaksanaanya dikhususkan bagi
para penguasa, karena berdasarkan hadits
من بدل دينه فاقتلوه
Barang siapa yang
menukar agamanya maka bunuhlah (HR. Bukhori)
لا يحل دم امرئ مسلم يشهد أن لا إله إلا الله وأني
رسول الله إلا بإحدى ثلاث النفس بالنفس والثيب الزاني والمفارق لدينه التارك
للجماعة
Tidak dihalalkan darah
seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
sesungguhnya aku adalah utusan Allah, kecuali tiga golongan, seseorang yang
telah membunuh jiwa, seseorang yang pernah nikah dan berbuat zina, orang keluar
dari agamanya yang meninggalkan golongan.(HR.Bukhari)
2.
Tidak ada hukuman sama
sekali. Teori ini berdasarkan pada firman Allah
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ
الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ
فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ
سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Tidak ada pemaksaan
dalam agama Islam, sesungguhnya jelas perbedaan antara jalan yang benar dengan
jalan yang sesat. Maka barang siapa yang kufur kepada Taghut dan berima kepada
Allah maka dia sungguh berpegang teguh pada tali yang kuat yang tidak akan
putus, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
Ayat ini menjelaskan
tentang tidak diperkenankan memaksa non muslim untuk memeluk agama Islam.
Akidah adalah masalah keyakinan di dalam hati pada seseorang yang tidak bisa
dilihat dengan kasat mata. Pemaksaan dalam keyakinan tidak akan membuahkan
hasil sama sekali, karena walaupun mereka tampak beragama Islam, akan tetapi
hati mereka tidak akan berpaling pada sesuatu yang telah diyakini dan dianggap
benar. Pemaksaan akidah hanya akan menimbulkan sifat nifak (berbohong) dalam
iman. Apabila memaksa orang lain untuk masuk agama Islam saja hukumnya tidak
boleh, maka memaksa orang muslim untuk tetap memeluk Islam juga tidak
diperkenankan.[5]
3.
Pendapat Penulis
Dari kedua teori di
atas, penulis lebih cenderung dan setuju pada teori yang kedua. Islam adalah
agama rahmat bagi seluruh umat manusia dengan tidak menganggap segala ras dan
suku. Kebebasan dalam memeluk agama pada setiap umat manusia sangat dihargai
dan ditolerir. Allah sudah menunjukan kebenaran syariat Islam lewat kitab
suci al-Quran. Kebebasan memeluk agama yang telah diyakini telah diserahkan sepenuhnya
kepada setiap individu. Dengan perbuatan dan pilihanya, manusia akan
mempertanggungjawabkan semua amal dan perbuatanya di depan Allah nanti di hari
kiamat. Sebagai umat Islam kita tidak diperbolehkan melakukan pemaksaan
keyakinan kepada orang lain, lebih-lebih dengan jalan pembunuhan. Kita hanya
diwajibkan untuk amar ma’ruf (mengajak kejalan yang benar) dengan cara yang
halus dan berdialog untuk adu argument dengan baik-baik. Dalam al-Quran Allah
berfirman:
فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُر
Maka barang siapa
menghendaki, maka berimanlah, dan barang siapa menghendaki maka kufurlah.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ
هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Ajaklah kejalan agama
Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat yang baik, dan berdiskusilah dengan sesuatu
yang lebih baik, sesungguhnya Tuhanmu itu lebih mengerti dengan orang yang
tersesat dari jalanya dan Dia lebih mengetahui terhadap orang-orang yang
mendapat petunjuk.
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآَمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ
كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ
Jika Tuhanmu menghendaki
maka orang yang di atas bumi akan beriman semuanya, apakah kamu tidak menyukai
kepada manusia, sampai mereka semua beriman.
Sedangkan hadits yang menerangkan dan menyuruh untuk membunuh
orang yang telah keluar dari Islam itu adalah dalam konteks peperangan. Pada
masa Rasulullah orang Islam yang telah keluar dari Islam dan kembali pada agama
jahiliyah, keberadaanya sama dengan orang kafir yaitu berusaha memusuhi Islam
dan membahayakan pada eksistensi Islam. Hal ini terbukti bahwa dalam hukum
dunia para fuqaha’, khususnya madzab Hanafi melarang untuk membunuh wanita dan
anak kecil yang keduanya telah murtad. Mereka menganalogikan pada kasus
peperangan yang terjadi pada zaman Rasul, bahwa para wanita dan anak-anak kecil
dilarang untuk dibunuh. Karena kedua golongan ini dianggap sebagai kelompok yang
tidak membahayakan. Rasul telah bersabda:
لَا تَقْتُلُوا امْرَأَةً وَلَا وَلَيَدًا
Janganlah kalian
membunuh para wanita dan anak-anak.
V.
Penyesatan yang terjadi di Indonesia
Berkembangnya
agama Islam di Indonesia dengan pesat sangat berkaitan dengan corak Islam
sufistik. Ciri sufistik ini yang menyebabkan Islam disambut hangat dan
diintergrasikan ke dalam pola sosial, budaya, dan politik yang sudah ada. Tokoh
yang sangat terkenal di masyarakat adalah para wali di Jawa. Mereka dengan kreatif
memanfaatkan unsur lokal untuk menyebarkan ajaran Islam. Legenda dan mitos wali
songo di Jawa adalah bukti nyata bagaimana proses islamisasi terjadi.[6]
Dalam
perkembanganya ketika abad ke-18 telah terjadi reformasi Islam di Indonesia.
Gerakan reformasi Islam ini pada mulanya bersifat moderat dan damai. Akan
tetapi reformasi ini mulai mengalami pergeseran metode menjadi sebuah gerakan
yang radikal. Pergeseran ini tampaknya tidak bisa dipisahkan dari pengaruh
gerakan wahabiyah (1773-1813) di jazirah Arabia. Ajaran Wahabi berisi kepada
seruan untuk kembali ke ajaran Islam murni, yang tidak bercampur dengan bid’ah,
khurafat, dan tahayul.[7]
Gerakan
inilah yang sangat mempengaruhi tindakan pengkafiran yang terjadi di Indonesia.
Mereka sangat radikal dan secara tegas membuat garis batas yang membedakan
antara orang yang beriman dan kafir. Masalah
perbedaan furuiyah (hukum cabang) madzab fiqih sudah diangap suatu hal
yang fatal bahkan bisa di klaim sebagai seseorang yang darahnya halal
dialirkan. Tindakan semacam ini sama persis pada kejadian yang terjadi pada
zaman klasik, yaitu suatu kelompok menganggap dirinya paling benar dan
mengatakan bahwa kelompok yang tidak sependapat denganya adalah golongan sesat.
Tindakan mudah sekali menganggap kafir kelompok lain yang
berkembang di Indonesia adalah sebagian besar pengaruh dari eksternal dan bukan
ciri khas Islam Indonesia. Gerakan pemurnian yang terjadi di Timur Tengah
mempunyai peran besar dalam hal ini. Di satu sisi ada semacam campur tangan
musuh Islam yang ingin memecah belah persatuan umat Islam dengan jalan
mempertajam perbedaan. Walaupun demikian sesuatu yang sangat potensial sebagai
penyebab terjadinya saling menyesatkan adalah pemahaman dangkal terhadap
syariat dan terlalu fanatik terhadap pendapat kelompok.
Dengan memberi pemahaman yang benar terhadap syariat kepada
kelompok yang ekstrim adalah jalan yang terbaik. Mereka harus memahami bahwa di
zaman Rasul, Islam telah dipeluk oleh orang-orang bodoh yang tidak disibukan
dengan mencari dalil tentang akidah. Memasukan mereka kejalur pendidikan yang
lebih bersifat humanisme juga sangat dibutuhkan. Karena perpecahan dan
perselisihan antar kelompok intern agama juga pernah terjadi pada umat Kristen
dan Yahudi. Dengan berpendidikan, umat mereka semakin toleransi kepada
perbedaan dan lebih menekankan pada persamaan.
VI.
Penutup
Tindakan
mudah mengangap kelompok lain sesat dan kafir adalah tindakan ceroboh dan tidak
benar. Lebih-lebih ketika yang diklaim sebagai kafir jelas-jelas telah
mengucapkan kalimat syahadat dan masih menghadap kiblat dan bersujud melakukan
shalat. Karena dasar yang qat’I (pasti) adalah jika seseorang telah mengucapkan
dua kalimat syahadat maka akan wajib terjaga darahnya.
Kesalahan
kelompok ekstrim yang mudah menganggap sesat kelompok lain terletak pada
beberapa point :
1. Mereka telah menyempitkan rahmat Allah yang telah diberikan
kepada setiap hambanya.
2. Jika pernyataan tersebut tidak benar maka akan menjadi
boomerang pada dirinya sendiri.
3. Mereka harus memahami bahwa di zaman Rasul Islam
telah dipeluk oleh orang-orang bodoh.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qardawi, Yusuf, 1997, “PRO KONTRA AL-GHAZALI”, Surabaya;
Risalah Gusti, hlm 68-70, terjemahan Indonesia
Ibrahim, Muhamad Ismail, 1998,
“MU’JAM AL ALFADZ WAL A’LAM AL QURANIYAH”, Kairo; Beirut,
I’marah, Muhamad, 1996, “AT TAFSIR
AL MARKISI LIL ISLAM”, Kairo; Darus Syuruk,
Syahid, Ahmad DKK, “ENSIKLOPEDI
TEMATIS DUNIA ISLAM ASIA TENGGARA”, Jakarta, PT Ichtiar Baru Van Houve,
[1] Yusuf al-Qardawi, 1997, “PRO KONTRA
AL-GHAZALI”, Surabaya; Risalah Gusti, hlm 68-70, terjemahan Indonesia
[2] Muhamad Ismail Ibrahim, 1998, “MU’JAM
AL ALFADZ WAL A’LAM AL QURANIYAH”, Kairo; Beirut, hlm 305
[3] Muhamad I’marah, 1996, “AT TAFSIR AL
MARKISI LIL ISLAM”, Kairo; Darus Syuruk, hlm 17
[4] Ibid, hlm 18
[5] Ibid
[6] Ahmad Syahid, “ENSIKLOPEDI TEMATIS
DUNIA ISLAM ASIA TENGGARA”, Jakarta, PT Ichtiar Baru Van Houve, hlm 33
[7] Ibid, hlm: 186
EmoticonEmoticon